Friday, January 8, 2016

PEMBAYARAN PAJAK DAN LAYANAN PERPAJAKAN SECARA ONLINE (E-BILING DAN DJP ONLINE)


Akhir  tahun 2015, Direktur Jenderal Pajak merilis pengumuman pers terkait kewajiban pembayaran pajak secara online. Intinya mulai 1 Januari 2016, Wajib Pajak yang akan melakukan pembayaran pajak diwajibkan menggunakan fasilitas pembayaran online melalui Ebilling.  Entah karena kurangnya publikasi atau  rilis waktu pengumuman yang mepet, menimbulkan beberapa keluhan Wajib Pajak yang belum pernah  menggunakan sIstem pembayaran online ini. Semoga uraian singkat berikut dapat memberikan sedikit pencerahan tentang Ebiling.

Pada dasarnya layanan Ebiling disediakan DJP bertujuan untuk memberikan  kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam membayar pajak. Secara spesifik manfaat dari Ebiling adalah:
1. Memudahkan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak,
2. Pembayaran dapat dilakukan kapanpun (24jam online) dan dimanapun,
3. Menghindari kesalahan transaksi seperti tranasaksi unmatched, dan
4. Transaksi terjadi secara real time sehingga data langsung tercatat di system Ditjen Pajak.

Bagi yang belum memahami apa itu biling,  penjelasan singkatnya seperti ini: biling itu hampir sama dengan kode pembayaran yang kita peroleh ketika kita memesan tiket pesawat. Begitu juga dengan biling, Wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak akan memperoleh kode biling yang dapat diperoleh dari laman (website) yang disediakan Ditjen Pajak. Website ini disediakan oleh Ditjen Pajak di alamat http://sse.pajak.go.id . Untuk dapat mempergunakannya Wajib Pajak perlu melakukan pendaftaran terlebih dahulu secara online di laman tersebut. Wajib pajak cukup memasukkan NPWP dan alamat email yang valid. Setelah dilakukan aktivasi akun Ebiling, Wajib pajak selanjutnya tidak lagi menggunakan formulir SSP, melainkan mengisi data setoran pajak di alamat http://sse.pajak.go.id.

Apabila data pembayaran pajak sudah benar, klik “Terbitkan Kode Biling”. Kode Biling ini digunakan untuk melakukan pembayaran dengan berbagai pilihan sesuai keinginan Wajib Pajak: Teller Bank/Pos persepsi, ATM regular, Mini ATM atau internet banking.

Wajib pajak cukup membawa kode biling ke Bank/Pos Persepsi. Teller selanjutnya memasukkan Kode Biling, data pembayaran pajak otomatis muncul sesuai data yang disi sendiri oleh Wajib pajak.  Transaksi pembayaran pajak yang sukses akan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang kedudukannnya disamakan dengan SSP. Begitu juga copy BPN, dapat dipersamakan dengan SSP lembar ke- 3 sebagai pelaporan ke kantor pajak.

Proses registrasi untuk memperoleh login Ebiling tidaklah sulit. Tahap-tahap panduan registrasi secara lengkap dapat diintip di http://www.pajak.go.id/content/article/pembuatan-kode-billing-melalui-aplikasi-elektronik-e-billing-djp-online 

Ebiling yang disediakan Ditjen Pajak di laman http://sse.pajak.go.id merupakan Ebiling MPN Generasi 1 (MPN-G1) yang masih memiliki beberapa keterbatasan. Selanjutnya Ditjen Pajak telah mengeluarkan Ebiling MPN Generasi 2  (MPN-G2) yang sudah dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak saat ini. Ebiling MPN G2 dapat diakses di alamat http://sse2.pajak.go.id . Keduanya sama-sama mengeluarkan Kode Biling untuk pembayaran pajak. Lalu apa bedanya MPN-G1 dengan MPN-G2?.

MPN-G1 : Generate kode biling hanya untuk NPWP Wajib Pajak saja.
MPN-G2 : Generate kode biling NPWP Wajib Pajak dan NPWP Lain (000)
Misalnya penyetoran PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean menggunakan NPWP 00.000.000.0-XXX.000, Wajib Pajak hanya bisa meng-generate kode biling menggunakan MPN-G2.

Ebiling MPN-G2 disediakan oleh Ditjen Pajak sebagai kesatuan layanan DJP Online. 

DJP Online dapat diakses pada alamat https://djponline.pajak.go.id . DJP Online merupakan portal terpadu layanan perpajakan Direktorat Jenderal Pajak. Satu pintu untuk mengakses berbagai layanan perpajakan secara cuma-cuma.

Jika dianalogikan gambarannya kira-kira seperti ini: Ditjen Pajak mula-mula membangun rumah petak yang terdiri 1 kamar (G1). Karena berbagai keterbatasan, Ditjen Pajak membangun lagi rumah yang lain dengan banyak kamar dengan fasilitas yang lebih nyaman. Kamar-kamar dalam rumah baru terdiri dari : E-registration untuk pendaftaran NPWP Orang Pribadi, Ebiling MPN Generasi 2, Efiling SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770 S/SS), untuk WP Badan disediakan kamar Efiling pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2). Beberapa fasilitas lain berupa Tracking layanan WP dan Pelaporan SPT Tahunan masih tahap pengembangan.

Kedua rumah tersebut, MPN-G1 dan DJP Online, tersedia dan dapat diakses oleh seluruh Wajib Pajak tanpa kecuali. Pertanyaannya, andaikata  sebagai Wajib pajak disediakan 2 rumah, manakah yang akan dipilih? Jika saya sebagai Wajib Pajak tentu akan saya manfaatkan keduanya. Kenapa? Dengan Ebiling MPN-G1 (http://sse.pajak.go.id)  dan MPN-G2 ( http://sse2.pajak.go.id ) dapat saya pakai untuk generate kode biling NPWP sendiri. Bila sewaktu-waktu saya akan menyetorkan PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean bisa menggunakan Ebiling MPN-G2 yang ada di alamat DJP Online (https://djponline.pajak.go.id).

Tambah lagi DJP online sudah menyediakan fitur pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 yaitu dengan cara meng-upload file csv dari aplikasi e-spt. Wajib Pajak tidak perlu lagi datang ke KPP dan antri hanya untuk melaporkan hardcopy dan file csv SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2. Bukti pelaporan SPT Masa tersebut-jika melalui DJPOnline-  akan dikirimkan melalui email berupa Bukti Penerimaan Elekronik (BPE). Efiling ini tanpa menggunakan jasa pihak ketiga dan disediakan cuma-cuma untuk pelayanan kepada Wajib Pajak. Menarik bukan?

Untuk dapat mengaktifkan fasilitas DJPonline, Wajib Pajak Badan/Orang Pribadi silakan mendatangi KPP terdaftar untuk memperoleh E-Fin. Tata cara mendapatkan E-Fin dan formulir yang digunakan dapat dibaca lebih detil di Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-41/PJ/2015 tentang  Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online. Menariknya lagi, bagi Wajib Pajak yang sudah memiliki Sertifikat Elektronik e-faktur tidak perlu mengajukan aktifasi E-Fin (Pasal 7 PER-41/PJ/2015).

Ayo segera manfaatkan DJPOnline untuk pembayaran pajak dan kemudahan pelayanan perpajakan secara online tanpa perlu mengantri. Selamat menikmati layanan ini.

Referensi yang dapat diunduh:
PER-41/PJ/2015tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online.

Nono Budi Septiono (Account Representative KPP PMA Enam)

Thursday, October 22, 2015

UPDATE e-SPT PPH PASAL 23/26 TAHUN 2015

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait update e-SPT PPh Pasal 23/26 setelah penambahan jenis jasa baru yang termasuk objek PPh Pasal 23 sesuai PMK nomor 141/PMK.03/2015 berikut saya terangkan cara mengupdate aplikasi e-SPT PPh Pasal 23/26.

*(update e-spt ini berdasarkan pengalaman penulis pada komputer di kantor, bisa jadi akan berbeda dengan komputer lain dengan beda sistem operasi)

Pacth update PPh Pasal 23/26 tahun 2015 dapat di download melalui website DJP di http://www.pajak.go.id/content/aplikasi/14607/patch-e-spt-masa-pph-pasal-23-26-versi-101 . Pastikan e-SPT PPh pasal 23/26 versi 1.0.0 sudah terinstal sebelum menjalankan update ini.
Silakan download file: Deploy patch e-spt  23 2015.rar.
Close dahulu aplikasi e-spt 23 sebelum menjalankan pacth update.
Extract file Deploy patch e-spt 23 2015.rar.
Pilih dan jalankan file: Setup.UpdatePmk141.PPh23.eSPT.SIDJP  sesuai sistem operasi komputer.

Arahkan (gunakan Browse Database) ke folder .mdb (database) espt PPh 23.


Pilih Open dan jalankan update sampai selesai.

Buka aplikasi espt 23 setelah dilakukan update, cek di menu Bukti Potong PPh Pasal 23, daftar jasa lain akan bertambah sesuai dengan jenis jasa yang tercantum dalam PMK nomor 141/PMK.03/2015. Tapi jangan heran tampilan PMK pada bukti potong tidak berubah, tetap tertulis PMK-244/PMK.03/2009.



Apabila ada kesulitan atau pertanyaan silakan hubungi AR masing-masing atau ke Kring Pajak di 1500200  deh yaaaaa  :D

Monday, May 11, 2015

MANFAATKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK

Belum lama ini, Menteri Keuangan RI menerbitkan kebijakan baru dibidang perpajakan berupa penghapusan sanksi pajak. Kebijakan perpajakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak. Aturan ini merupakan sarana legal untuk memberikan insentif penghapusan sanksi administrasi jika Wajib Pajak membetulkan SPTnya.

Sanksi  administrasi yang mendapat insentif penghapusan sebatas pada sanksi administrasi yang timbul dikarenakan:
1. Keterlambatan penyampaian SPT;
2. Keterlambatan pembayaran dan penyetoran kekurangan pajak;
3. Pembetulan karena kemauan sendiri yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;
Atas SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk masa Desember 2014 dan sebelumnya, YANG DILAKUKAN PADA TAHUN 2015.

Formulir permohonan beserta prosedur pengajuan dapat didownload lebih lengkap pada PeraturanMenteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015 



Monday, May 4, 2015

PENERBITAN e-FAKTUR UNTUK PKP CABANG YANG MEMPUNYAI IJIN PEMUSATAN PPN

Tak lama lagi terhitung 1 Juli 2015 seluruh Pengusaha Kena Pajak(PKP) di Jawa dan Bali sudah diwajibkan untuk menerbitkan faktur pajak secara elektronik (efaktur) sebagaimana diatur melalui Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP.136/PJ/2014. Nantinya, setelah implementasi efaktur, PKP tidak lagi diperbolehkan mencetak faktur pajak tersendiri. Pencetakan Faktur Pajak harus menggunakan  aplikasi efaktur yang telah disediakan oleh DJP. Jika faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP tidak menggunakan aplikasi efaktur, maka faktur pajak yang diterbitkan tersebut tidak dianggap sebagai faktur pajak yang sah.

Bagi PKP tertentu, terutama PKP yang terdaftar di KPP WP Besar, KPP Khusus dan KPP Madya -karena ketentuan- diwajibkan untuk melakukan pemusatan PPN hal ini menjadi problem tersendiri. Sebelum penerapan efaktur, PKP Cabang  menerbitkan faktur pajak mandiri dengan menggunakan jatah nomor seri faktur pajak dan NPWP PKP Pusat. Faktur Pajak yang diterbitkan cabang tinggal diinput pada e-spt dan  dilaporkan PKP Pusat.

Namun aplikasi efaktur yang merupakan kesatuan aplikasi penerbitan faktur dan aplikasi pembuatan e-spt, mensyaratkan database faktur pajak tidak boleh terpisah dengan e-spt. Database faktur pajak yang terpisah-pisah, tentunya menyulitkan dalam proses posting e-spt PPN.

Lantas bagaimana setelah penerapan efaktur, apakah  PKP Cabang tidak diperbolehkan menerbitkan faktur pajak tetapi harus diterbitkan oleh PKP Pusat yang memegang ijin pemusatan PPN? Tentu tidak demikian. PKP Cabang yang telah dicabut status PKPnya karena ijin pemusatan PPN tetap dapat menerbitkan efaktur atas nama PKP Pusatnya.

Ada 2 alternative yang dapat dipilih oleh PKP yang memperoleh ijin pemusatan untuk menerbitkan efaktur di kantor cabang: 
1. Melalui network database, atau
2. Cabang menginstal aplikasi efaktur client tersendiri.



1.       Melalui Network Database
Syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu cabang dan pusat terhubung melalui jaringan Local Area Network (LAN). Dimana di pusat ditempatkan satu computer tersendiri sebagai server database yang sudah diregistrasi aplikasi efakturnya. Sementara untuk cabang sebagai client tidak perlu meregistrasi aplikasinya, cukup menyambungkan dengan database aplikasi efaktur pusat.
Konfigurasi client server dapat dilihat lebih detil pada manual user/menu help pada aplikasi efaktur.


2.       Cabang menginstal aplikasi efaktur client tersendiri

PKP cabang yang telah memiliki ijin pemusatan PPN, dapat memilih untuk menginstal aplikasi efaktur tersendiri. PKP Cabang hanya sebatas menerbitkan efaktur, tentunya dengan menggunakan jatah nomor seri faktur pajak yang diminta oleh Pusat dan menggunakan NPWP Pusat.

Untuk dapat mengistal aplikasi efaktur client, PKP Cabang  harus memiliki memiliki sertifikat elektronik dan kode aktivasi. Berbeda dengan prosedur permintaan sertifikat elektronik yang diminta PKP Pusat yang mengharuskan pengurus untuk hadir ke KPP, untuk sertifikat elektronik cabang dapat dimintakan secara online oleh PKP Pusat melalui akun PKP yang dimilikinya (paparan tentang akun PKP dapat dibaca di artikel ini ).Nantinya untuk tiap-tiap cabang akan diberikan sertifikat elektronik dan kode aktivasi tersendiri. Sertifikat elektronik dan kode aktvasi cabang yang disetujui DJP dapat didownload oleh PKP Pusat dan selanjutnya dibagikan ke tiap-tiap cabang.

Aplikasi efaktur client ini sama dengan aplikasi yang yang di instal oleh PKP Pusat. Hanya saja pada aplikasi client, menu SPT tidak diaktifkan. PKP Cabang sebatas menggunakan aplikasi untuk menerbitkan faktur pajak elektronik transaksi cabang bersangkutan.

Saat pelaporan SPT Masa PPN, Pusat dapat meminta cabang melakukan ekspor faktur pajak yang telah diterbitkan. File csv hasil ekspor langsung diimpor pada aplikasi efaktur Pusat. Faktur pajak yang diterbitkan Pusat maupun hasil impor faktur pajak Cabang lalu diposting sebagaimana biasa agar dapat dilaporkan dalam e-SPT PPN PKP Pusat.

Penting untuk diingatkan sebelumnya, bahwa pegawai sebagai role administrator pada kantor cabang merupakan pegawai yang ditunjuk penandatangan faktur pajak yang telah diberitahukan ke KPP sesuai ketentuan PER-24/PJ/2012.


Nono Budi Septiono (AR KPP Madya Jakarta Selatan)

Sunday, January 18, 2015

CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMINDAHBUKUAN (Pbk)

Solusi perbaikan atas kesalahan dalam penyetoran pajak dapat ditempuh dengan pengajuan permohonan pemindahbukuan. Ketentuan pemindahbukuan terdahulu diatur pada Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 88/KMK.04/1991. Ketentuan ini dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan bisnis saat ini. Akhir tahun 2014, Menteri Keuangan RI mengeluarkan peraturan terbaru menggantikan KMK 88 yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014. Peraturan ini mengatur tata cara pembayaran dan penyetoran pajak, termasuk di dalamnya tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.
Pemindahbukuan adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Pemindahbukuan dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Pemindabukuan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP WP terdaftar.

Tata cara pemindahbukuan yang diatur dalam PMK 242

Alasan pemindahbukuan:
1. Kesalahan pengisian formulis SSP & SSCP
2. Kesalahan pengisian data pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
3. Kesalahan perekaman yang dilakukan oleh Bank/ Kantor Pos.
4. Kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP
5. Pemecahan SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk
6. Jumlah pembayaran SSP, BPN dan Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam SPT, SKP, STP, SPPT PBB atau STP PBB.
7. Jumlah pembayaran pada SSPSP atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam PIB/ dokumen cukai.
8. Karena sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

Namun tidak semua SSP yang salah dalam penyetoran dan pembayaran dapat diajukan pemindahbukuan. SSP/SSPCP/BPN/Bukti Pbk tidak dapat dilakukan dalam hal:
1. Pemindahbukuan atas SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan.
2. Pemindahbukuan ke pembayaran PPN atas objek pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunkan SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak
3. Pemindahbukuan ke pelunasan Bea Meterai Digital.

Syarat pemindahbukuan:
1. Diajukan ke KPP yang mengadministrasikan pembayaran pajak, baik langsung atau melalui pos/pengiriman.
2. Menggunakan surat permohonan pemindahbukuan (contoh pada lampiran II PMK 242)
3. Pembayaran pajak tersebut belum diperhitungkan dengan pajak terutang dalam SPT, SKP, STP, SPPT PBB atau STP PBB;
4. Dilampiri dengan:
    a. Lembar ke-1 Asli SSP/SSPCP/Bukti Pbk;
    b. Surat pernyataan kesalahan perekaman dari pimpinan Bank/Kantor Pos dalam hal terjadi kesalahan perekaman oleh bank/pos;
    c. Asli PIB/Dokumen Cukai dalam hal SSPCP;
    d. Fotocopy KTP Penyetor/pihak yang menerima pemindahbukuan dalam hal tidak tercantum NPWP;
    e. Fotocopy identitas penyetor/ wakil badan dalam hal penyetor melakukan kesalahan pengisian NPWP;
5. Dalam hal nama dan NPWP pemegang SSP tidak sama dengan nama dan NPWP yang tercantum dalam SSP, wajib dilampiri surat pernyataan dari Wajib Pajak yang nama dan NPWP nya tercantum dalam SSP. Surat pernyataan tersebut menyatakan bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingan sendiri dan tidak keberatan dipindahbukukan.


Lebih lengkapnya dapat di download Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 242/PMK.03/2014

Followers