Sunday, May 8, 2016

BUKTI PEMOTONGAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK (e-Bukti Potong)



Setelah pemberlakuan e-Biling pada awal tahun 2016, tak lama lagi Wajib Pajak harus bersiap  untuk menerapkan penerbitan bukti pemotongan PPh secara elektronik atau disebut e-Bukti Potong. Dijadwalkan e-Bupot dilaksanakan seluruh Indonesia serentak per 1 Januari 2017. Pada tahap awal, e-Bupot akan dirilis untuk bukti pemotongan PPh Pasal 23/26. Aplikasi e-Bupot PPh Pasal 23/26 merupakan kesatuan fitur yang tersaji pada akun DJP Online, disamping fitur e-Biling dan e-Filing.

Implementasi e-Bupot PPh merupakan salah satu rencana strategis Direktorat Jenderal Pajak dalam program elektronikfikasi withholding tax. Tujuan utama e-Bupot yaitu:
1. Mengurangi beban administrasi KPP
2. Meningkatkan kualitas data pihak ketiga
3. Memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak

Bagi pemotong, kemudahan yang ditawarkan yakni pemotong cukup membuat bukti potong secara online, dan SPT Masa secara otomatis di generate dari sistem DJP Online. Wajib pajak tidak perlu datang ke KPP untuk melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26. Cukup melaporkan SPT Masa melalui efiling DJP Online. Selanjutnya bukti pelaporan SPT Masa dikirim melalui email. Pemotong dapat membuat e-Bupot PPh Pasal 23/26 kapanpun dan dimanapun. Syaratnya tersambung internet dan sudah mengaktifasikan user pada  DJP Online. Karena memang e-bupot merupakan fitur DJP Online sehingga Wajib Pajak tidak perlu menginstal aplikasi desktop seperti halnya aplikasi efaktur.

Bagi penerima penghasilan, manfaat yang diperoleh yakni adanya kepastian bahwa bukti potong yang diterima sudah dibayarkan dan dilaporkan pajaknya oleh Pemotong dalam SPT Masa. E-Bupot  PPh Pasal 23/26 tidak dapat diterbitkan oleh pemotong, sebelum mereka melunasi dan melaporkan SPT Masa melalui efiling DJP Online.

Sebelum penerapan e-Butpot, rencananya DJP terlebih  dahulu menerbitkan  peraturan terkait bentuk SPT Masa PPh Pasal 23/26 menggantikan Peraturan Direktur Jenderal pajak nomor PER-53/PJ/2009. Akan banyak perubahan yang dituangkan dalam rancangan Peraturan Dirjen Pajak yang akan menggantikan bentuk SPT Masa 23/26 yang saat ini berlaku.

Rancangan perubahan bentuk SPT Masa PPh pasal 23/26 yang akan terbit antara lain:

1. SPT Masa PPh Pasal 23/26 Lebih Bayar
Saat ini, apabila ada kelebihan setor karena koreksi biasanya Wajib Pajak akan melakukan pemindahbukuan ke jenis pajak yang sama atau jenis pajak yang lain. Di rancangan SPT format yang baru mengakomodasi status SPT lebih bayar karena pembetulan. Sama seperti halnya SPT Masa PPh Pasal 21/26, kelebihan pembayaran dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

2. Pembetulan Bukti Potong PPh Pasal 23/26
Koreksi bukti potong dapat dilakukan tanpa merubah nomor bukti potong sebelumnya. Pun pembetulan bukti potong dapat dilakukan lebih dari satu kali.

3. Pembatalan Bukti Potong PPh Pasal 23/26
Pembatalan Bukti Potong juga akan menghindari data pemotongan PPh yang tidak valid dalam system informasi DJP.

4. Bentuk dan isi formulir bukti pemotongan
Penomoran bukti potong akan di  generate secara system. Bukti potong wajib mencantumkan NPWP bagi Wajib Pajak Badan. NPWP “0” hanya diperkenankan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, tetapi sebagai gantinya wajib mencantumkan NIK. Sedangkan untuk WP Luar Negeri harus mencantumkan tax ID number, Negara, nomor Kitas/Kitap, nomor paspor atau tanggal lahir.

Secara garis besar fitur e-Bukti Potong terdiri dari dua menu: Pembuatan Bukti Potong dan Pelaporan SPT. Menu pembuatan bukti potong disediakan menu impor dari excel/csv/xml yang pasti akan memudahkan Wajib Pajak. Proses impor bacth maksimal sebanyak 100 bukti potong. Notifikasi jika proses berhasil, akan dikirimkan melalui email.

Untuk lampiran Surat Keterangan Domisili  (SKD) dan Surat Keterangan Bebas (SKB), harus diunggah dengan format pdf. Khusus untuk bukti potong yang memerlukan SKD dan SKB di input satu persatu, tidak dapat di upload dengan skema impor. Begitu juga untuk pembetulan bukti potong, harus dilampiri dengan surat pernyataan bermaterai discan dalam format pdf setelah ditanda-tangani oleh kedua belah pihak, pemotong dan penerima penghasilan.

Setelah penerapan e Bupot  jangan berharap ada pacth update e SPT PPh Pasal 23/26,  karena e-SPT PPh Pasal 23/26 tidak akan dipakai lagi (kecuali apabila ada pembetulan SPT Masa untuk masa sebelum e-Bupot). Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 wajib melalui e Bupot bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Sementara bagi Wajib Pajak yang belum diwajibkan e Bupot dapat melaporkan secara manual dengan formulir hardcopy ke KPP terdaftar. Batasan kriteria Wajib Pajak akan ditetapkan melalui Perdirjen  yang akan terbit.

(tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan hasil rangkuman kegiatan diseminasi kepada account representative di Kanwil DJP Jakarta Khusus)

Nono Budi Septiono
account representative KPP PMA Enam


Followers